Review: The Conjuring (2013)


Nama James Wan mungkin selamanya akan dikenal sebagai seorang penulis naskah sekaligus sutradara dari film Saw (2004) – sebuah film thriller yang sukses mencuri perhatian penikmat film dunia dan lalu berkembang menjadi sebuah franchise yang berisikan tujuh seri film sekaligus menyebarkan kembali virus torture porn di kalangan pembuat film Hollywood lainnya. Pun begitu, seperti yang dapat disaksikan lewat Dead Silence (2007) dan Insidious (2011), Wan kemudian memilih untuk menyajikan kengerian dalam film-film yang ia hadirkan berikutnya lewat formula horor tradisional yang lebih mengutamakan atmosfer penceritaan yang mencekam, intensitas ketegangan yang terjaga serta kejutan-kejutan horor daripada deretan adegan yang dipenuhi kekerasan, simbahan darah maupun potongan tubuh para karakter yang ada di dalam jalan cerita. Film teranyar arahan Wan, The Conjuring, sekali lagi mencoba untuk mengeksplorasi formula horor tradisional tersebut dalam memaparkan dua tema penceritaan horor yang familiar – rumah berhantu dan aksi pengusiran setan – dan menggabungkannya menjadi sebuah kesatuan cerita yang mampu menghadirkan rasa ketakutan mendalam pada setiap penontonnya.

Dengan naskah cerita yang ditulis oleh duo Chad dan Carey Hayes (The Reaping, 2007) berdasarkan kisah nyata mengenai sebuah kasus yang dialami oleh pasangan penyelidik masalah-masalah paranormal, Ed dan Lorraine Warren, The Conjuring memulai kisahnya dengan kepindahan pasangan suami istri, Roger (Ron Livingston) dan Carolyn Perron (Lili Taylor), bersama dengan kelima puteri mereka, Andrea (Shanley Caswell), Nancy (Hayley McFarland), Christine (Joey King), Cindy (Mackenzie Foy) dan April (Kyla Deaver), ke sebuah rumah tua yang terletak di wilayah Harrisville, Rhode Island, Amerika Serikat. Roger dan Carolyn telah bersiap untuk memulai kehidupan baru mereka bersama kelima puterinya di rumah tersebut. Namun, layaknya seperti yang selalu terjadi dalam film-film horor klasik bertema sama, keluarga tersebut secara perlahan mulai merasakan adanya gangguan yang tidak dapat dijelaskan hadir dalam keseharian mereka.

Setelah beberapa saat mencoba bertahan dan menghadapi gangguan-gangguan tersebut, Carolyn akhirnya memutuskan untuk menghubungi pasangan paranormal, Ed (Patrick Wilson) dan Lorraine Warren (Vera Farmiga). Ed sendiri sebenarnya tidak begitu berniat untuk menjawab permintaan Carolyn untuk menolong keluarganya akibat sebuah permasalahan yang terjadi pada Lorraine dalam kasus terakhir yang mereka hadapi. Lorraine sendiri yang kemudian bersikeras dan mendorong Ed agar mau mengambil kasus tersebut. Dan benar saja, setibanya Ed dan Lorraine di rumah yang dihuni oleh keluarga Perron, keduanya langsung merasakan adanya kekuatan supernatural jahat yang berniat tidak hanya untuk mengganggu keluarga tersebut… namun juga mengancam keselamatan bahkan nyawa mereka.

Tidak seperti kebanyakan film horor modern – yang menghadirkan (terlalu) banyak momen-momen kejutan dalam presentasi ceritanya untuk memberikan rasa takut pada penonton, James Wan justru menyajikan The Conjuring dalam teknik penceritaan film-film horor klasik. Wan sama sekali tidak terburu-buru dalam menyajikan jalan ceritanya namun, di saat yang bersamaan, Wan juga memastikan bahwa alur moderat yang ia gunakan mampu membuka secara perlahan setiap tabir misteri yang ingin ia hadirkan kepada penonton sekaligus membuat setiap karakter memiliki penggalian serta plot penceritaan yang kuat. Kemampuan Wan dalam menangani struktur penceritaan The Conjuring secara cerdas itulah yang kemudian berhasil membuat atmosfer horor yang terkandung di dalam film ini berkembang dengan sempurna dan akhirnya melibatkan penonton secara efektif untuk turut larut dalam berbagai kengerian yang disajikan.

Kehadiran karakter-karakter dalam jalan cerita The Conjuring juga menjadi salah satu elemen terkuat penceritaan film ini ketika Wan berhasil memilihkan para aktor dan aktris yang demikian meyakinkan mampu menghidupkan setiap karakter yang mereka perankan. Nama-nama seperti Patrick Wilson, Ron Livingston hingga pemeran muda seperti Joey King, Mackenzie Foy serta nama-nama peran pendukung yang belum familiar seperti Shannon Kook dan John Brotherton berhasil menjadikan kualitas departemen akting film ini tampil begitu kokoh. Namun, jelas adalah dua pemeran wanita, Vera Farmiga serta Lili Taylor, yang menjadi bintang utama film ini. Hal ini jelas tidak terlepas dari kemampuan duo penulis naskah Chad dan Carey Hayes yang menitikberatkan pengisahan drama The Conjuring pada dua karakter wanita yang masing-masing juga berperan sebagai seorang ibu. Dan ketika baik Farmiga dan Taylor mampu mengeksekusi peran tersebut dengan begitu sempurna, penampilan serta karakter keduanya mampu menjadi nyawa utama dari jalan cerita The Conjuring secara keseluruhan.

Wan tidak hanya menyajikan The Conjuring sebagai sebuah horor klasik dari segi penceritaannya. Dengan latar belakang penceritaan yang berada di tahun ’70-an, Wan mampu menghadirkan ceritanya dengan dukungan tata produksi yang juga tampil sangat meyakinkan, mulai dari tata rias, tata kostum hingga desain produksi dari lokasi yang digunakan di sepanjang penceritaan film. Dukungan tata musik arahan Joseph Bisara juga semakin menambah kental elemen horor klasik dari The Conjuring – dan menjadi salah satu elemen terbaik dari film ini. Ditambah dengan iringan tata teknis kamera yang terus bergerak dinamis dalam menelusuri setiap sudut lokasi penceritaan serta mengikuti pergerakan setiap karakter, penceritaan The Conjuring mampu tampil begitu efektif dalam menakuti setiap penontonnya.

Layaknya film-film horor klasik, James Wan mengeksekusi jalan cerita yang telah ditulis Chad dan Carey Hayes secara perlahan, membiarkan setiap plot penceritaan untuk berkembang dengan baik sekaligus memberikan ruang yang cukup untuk setiap karakter dalam memaparkan kisah mereka. Hasilnya, meskipun harus diakui bahwa The Conjuring tidak akan mampu tampil sekuat Insidious dalam menakuti para penontonnya, namun Wan jelas telah menghadirkan The Conjuring dengan eksekusi penceritaan yang jauh lebih baik dari Insidious maupun film-film yang telah ia garap sebelumnya. Jelas adalah sangat menyenangkan untuk menyaksikan sebuah film horor yang murni bergantung pada atmosfer kengeriannya dan sama sekali tidak bertumpu pada hal-hal klise yang seringkali dieksploitasi dalam film-film sejenis. Berdiri sejajar bersama Insidious dan Sinister sebagai salah satu film horor terbaik dalam beberapa tahun terakhir.

popcornpopcornpopcornpopcorn popcorn2

The Conjuring (The Safran Company/Evergreen Media Group/New Line Cinema, 2013)
The Conjuring (The Safran Company/Evergreen Media Group/New Line Cinema, 2013)

The Conjuring (2013)

Directed by James Wan Produced by Rob Cowan, Tony DeRosa-Grund, Peter Safran Written by Chad Hayes, Carey Hayes Starring Vera Farmiga, Patrick Wilson, Lili Taylor, Ron Livingston, Shanley Caswell, Hayley McFarland, Joey King, Mackenzie Foy, Kyla Deaver, Shannon Kook, John Brotherton, Sterling Jerins, Marion Guyot, Steve Coulter, Joseph Bishara Music by Joseph Bishara Cinematography John R. Leonetti Editing by Kirk M. Morri Studio The Safran Company/Evergreen Media Group/New Line Cinema Running time 112 minutes Country United States Language English

20 thoughts on “Review: The Conjuring (2013)”

  1. Salah satu contoh film sukses yg tanpa jor2-an spesial efek berbujet ratusan juta dollar. Bagus atau tidaknya sebuah film ditentukan oleh kepiawaian sang sutradara dalam meracik semua elemen2 film bahkan mungkin tanpa spesial efek yang wah.

  2. Penasaran dgn filmnya setelah mendengar komentar luar biasa dari teman2 yg sudah menonton.
    Akhirnya nonton juga tadi malam… Malam Jumat, kondisi bioskop sepi… Ternyata hmm… gak se-serem yg orang2 bilang…biasa aja… Bikin kaget di beberapa scene iya.. Jauuuh lebih depresi nonton ‘Sinister’ kemarin sih….. Just a thought… SELAMAT HARI RAYA Mir…. MOHON MAAF LAHIR BATIN.

    1. ‘Sinister’ emang asli depresif banget!

      Minal ‘aidin wal faidzin, Mas Gun. Mohon maaf lahir dan bathin yah.

  3. Yang menjadi kekuatan film ini menurut saya adalah akting para pemain yang baik dan mndptkn porsi masing-masing yang pas.

  4. baguuuus filmnyahhh,,jauh banget sama film horor dalam negeri, padahal hantu2 dalam negeri okepunya tuh , cuma yah juragan film horor di indonesia doyannya paha nd ayam aja

  5. Bener Anda… ga terburu2 ini menunjukan horror nya..

    Dalam opini saya, keberhasilan Insidious lah yang mengantarkan cara pembuatan film ini dilakukan.. ga perlu neko2, yang penting, kejutan, tetott…

    kunjungi review saya
    dilayartancap.wordpress.com

Leave a Reply