Review: Repo! The Genetic Opera (2008)


Layaknya sebuah penampilan opera, Repo! The Genetic Opera berusaha memaparkan jalan ceritanya yang bernuansa horror lewat serangkaian lagu-lagu bernuansa rock yang ditampilkan oleh sutradara Darren Lynn Bousman di sepanjang film ini. Bagi penggemar film-film horror tentu telah mengenal nama Bousman yang sebelumnya pernah menyutradarai film Saw II, Saw III dan Saw IV.

Naskah cerita Repo! The Genetic Opera sendiri ditulis oleh Darren Smith dan Terrance Zdunich, yang mengadaptasinya dari naskah teater mereka yang berjudul sama dan telah mereka tulis pada sepuluh tahun sebelumnya. Untuk mengisi lagu-lagu di dalam film ini, Smith dan Zdunich menulis lebih dari 100 lagu, 64 diantaranya berhasil direkam namun hanya 38 dari lagu-lagu yang direkam digunakan dis epanjang film yang berdurasi 97 menit ini.

Berlatar belakang waktu pada tahun 2056, 26 tahun setelah terjadinya sebuah epidemi yang menyebabkan organ tubuh manusia berhenti bekerja secara massal. Belajar dari tragedi tersebut, sebuah perusahaan bioteknologi, GeneCo, mengembangkan sebuah usaha untuk memberikan donor organ tubuh bagi mereka yang memerlukan. Tentu saja, pelayanan ini menjadi sangat populer seiring dengan meningkatnya jumlah manusia yang membutuhkannya. Namun, usaha GeneCo jelas bukan merupakan sebuah usaha sosial.

Meminta bantuan GeneCo untuk memberikan sebuah organ tubuh sama saja seperti melakukan peminjaman barang, yang dalam periode tertentu akan dimintai iuran dana. Gagal dalam membayar iuran tersebut dapat beresiko penarikan secara paksa organ tubuh yang sedang dipinjamkan, yang tentu saja berarti kematian seketika bagi orang tersebut. Karena posisi GeneCo yang dianggap penting di masyarakat, pemerintah sendiri berhasil dibuat memberikan sebuah izin untuk melakukan pembunuhan bagi mereka yang gagal membayar tunggakan sewa organ tubuh mereka. Untuk ini, GeneCo membentuk sebuah pasukan yang disebut Repo Men untuk menjalankan tugas menagih tunggakan tersebut.

Film ini sendiri kemudian mengisahkan mengenai pemilik dari GeneCo, Rotti Largo (Paul Sorvino), yang saat ini sedang dilanda kegelisahan mengenai siapa yang akan meneruskan posisinya sebagai pemilik dari GeneCo. Bukan karena tidak memiliki keturunan, namun ketiga anak yang ia miliki saat ini sendiri sepertinya sama sekali tidak dapat diharapkan. Ia akhirnya melirik Shilo Wallace (Alexa Vega), anak dari Nathan (Anthony Stewart Head), salah seorang peneliti di perusahaannya yang juga dianggapnya sebagai musuh karena pernah mencuri hati wanita yang dulu pernah ia cintai.

Dengan mencoba mendekati Shilo, Rotti menganggap bahwa dirinya akan dapat melakukan dua hal sekaligus. Membalaskan dendamnya terhadap Nathan dengan mengambil orang yang paling ia kasihi, sekaligus berhasil mendapatkan seorang penerus yang ia anggap mampu menjalankan perusahaannya dengan baik. Namun, tentu saja hal ini tidak akan berjalan dengan mudah. Selain karena kondisi perusahaannya sedang tidak teratur — yang disebabkan karena perebutan harta oleh ketiga anaknya –, Nathan juga sepertinya telah siap untuk mempertahankan Shilo dari incaran Rotti.

Selain cara penyampaiannya yang dilakukan melalui berbagai susunan lagu, sebenarnya tidak ada yang istimewa dari Repo! The Genetic Opera ini. Sebagai sebuah film dengan premis mengenai tarik menarik organ tubuh, film ini tidak terlihat lebih menyeramkan (atau menjijikkan) dari seri Saw manapun — walaupun satu adegan pembedahan isi perut, mungkin akan (sangat berhasil) membuat para penonton sedikit mual. Sebagai sebuah musikal juga film ini cenderung membosankan. Kurangnya lagu-lagu yang ear-catchy membuat jalan cerita Repo! The Genetic Opera sedikit sukar untuk dicerna.

Namun, bagian terburuk dari film ini adalah tentu saja jajaran pemerannya. Tentu, ketika Anda melihat nama Paris Hilton berada di sebuah film yang mengharuskannya untuk berakting sekaligus bernyanyi, seharusnya Anda sudah sadar film seperti apa yang akan Anda dapatkan. Dan hal itu terbukti dengan baik! Hilton, bersama Nivel Moseley dan Nivek Ogre, yang berperan sebagai tiga bersaudara, merupakan jajaran pemeran terburuk dari film ini. Tidak hanya dari kualitas akting yang sangat, sangat lemah. Pemaksaan yang dilakukan sutradara Darren Lynn Bousman kepada mereka agar mereka bernyanyi dengan suara asli mereka menjadi titik paling lemah di film ini.

Repo! The Genetic Opera sepertinya diproduksi oleh Bousman hanya untuk memuaskan hasrat para penggemar film-film gore seperti yang pernah ia tampilkan dibeberapa seri film Saw, itupun dalam film ini hanya ditampilkan dengan porsi yang seadanya. Tampilan yang menggunakan narasi lagu untuk menceritakan jalan cerita di sepanjang film ini sebenarnya adalah ide yang cukup menarik. Sayangnya, lagu-lagu yang ditampilkan sepertinya kurang cukup menarik untuk membuat para penonton mampu menyimak film ini secara keseluruhan. Kekurangan-kekurangan inilah, yang masih ditambah dengan poin negatif yang didapat dari jajaran pemeran film ini, yang membuat film yang seharusnya mampu tampil unik ini, justru tidak mampu memberikan apa-apa kepada para penontonnya.

Rating: 2 / 5

Repo! The Genetic Opera (Twisted Pictures/Lionsgate, 2008)

Repo! The Genetic Opera (2008)

Directed by Darren Lynn Bousman Produced by Darren Lynn Bousman, Mark Burg, Oren Koules, Peter Block, Yoshiki Hayashi Written by Darren Smith, Terrance Zdunich Starring Alexa Vega, Paul Sorvino, Anthony Stewart Head, Sarah Brightman, Paris Hilton, Bill Moseley, Nivek Ogre, Terrance Zdunich Music by Darren Smith, Terrance Zdunich Cinematography Joseph White Editing by Harvey Rosenstock Studio Twisted Pictures Distributed by Lionsgate Running time 97 minutes Country United States Language English

2 thoughts on “Review: Repo! The Genetic Opera (2008)”

Leave a Reply