Review: Mama (2013)


mama-header

Buang jauh harapan untuk menyaksikan sebuah drama manis jika kesan itu yang Anda dapatkan ketika membaca judul film ini. Mama memulai ceritanya dengan sebuah tragedi. Berlatar belakang waktu pada tahun 2008, ketika krisis ekonomi menghantui seluruh pelaku bisnis di muka Bumi, seorang pria yang mengalami tekanan jiwa akibat terkena dampak krisis ekonomi tersebut membunuh rekan kerjanya, istrinya serta membawa kabur dua puterinya, Victoria (Morgan McGarry) yang berusia 3 tahun serta Lily (Maya dan Sierra Dawe) yang baru berusia 1 tahun, ke pelosok kedalaman hutan untuk kemudian berniat membunuh mereka. Beruntung, di menit-menit ketika pria tersebut akan melakukan tindakannya, “sesuatu” datang menyelamatkan Victoria dan Lily, membunuh sang ayah yang tak bertanggung jawab dan lantas merawat kedua gadis cilik tersebut.

Lima tahun berselang, tragedi yang dilakukan oleh pria tersebut ternyata masih menyisakan luka pahit di diri adiknya, Lucas (Nikolaj Coster-Waldau). Lucas sendiri percaya bahwa dua keponakannya yang dibawa lari sang kakak sampai sekarang masih hidup. Karena hal itulah Lucas, yang dibantu dengan kekasihnya, Annabel (Jessica Chastain), terus mencari keberadaan Victoria dan Lily. Sebuah keajaiban menghampiri keduanya. Victoria (Megan Charpentier) dan Lily (Isabelle Nélisse), ditemukan masih hidup di tengah belantara hutan meskipun mengalami perubahan tingkah laku akibat isolasi interaksi sosial yang mereka alami selama lima tahun terakhir. Lucas dan Annabel jelas kemudian secara antusias merawat Victoria dan Lily sekaligus bertekad untuk memperbaiki kondisi kejiwaan mereka. Sayang, “sesuatu” yang selama ini merawat Victoria dan Lily serta disebut sebagai Mama oleh kedua gadis tersebut sepertinya tidak menginginkan hal tersebut.

Membuka presentasi ceritanya dengan kalimat “Once upon a time…”, Mama jelas berusaha membedakan dirinya dari horor kebanyakan dengan menghadirkan elemen penceritaan serta visualisasi a la kisah-kisah dongeng di dalam jalan ceritanya. Walau secara visual Mama mampu melakukannya dengan baik, namun ketika berhubungan dengan usaha untuk memberikan rasa takut kepada penonton, Mama justru lagi-lagi terjebak sebagai sebuah film horor kebanyakan yang menghandalkan kehadiran adegen-adegan penuh kejutan, musik yang secara tiba-tiba hadir dalam tingkatan yang lebih kuat serta karakter-karakter yang sepertinya terus menerus mengambil keputusan yang begitu bodoh. Well… walau harus diakui bahwa adegan-adegan kejutan tersebut tetap akan mampu memberikan kejutan kepada penonton, namun tetap saja Mama seringkali terasa terjebak dalam narasi penceritaan horor tradisional yang jelas telah terasa semakin membosankan akibat terus menerus diekploitasi oleh Hollywood.

Mama sendiri diadaptasi dari sebuah film pendek berjudul sama yang juga disutradarai oleh sutradara asal Spanyol, Andrés Muschietti. Jika Anda telah menyaksikan film pendek tersebut, maka Anda jelas akan dapat merasakan bahwa Muschietti memiliki bakat yang cukup kuat dalam hal pengarahan kamera serta kemampuan untuk menghadirkan atmosfer penceritaan yang kelam seperti yang sering dilakukan oleh Guillermo del Toro… yang kemudian duduk sebagai produser bagi versi penceritaan panjang dari Mama. Mama, layaknya film-film horor kelam dan bernuansa dongeng yang pernah melibatkan nama del Toro seperti The Orphanage (2007), Splice (2009) dan Don’t be Afraid of the Dark (2011), juga berusaha untuk menghadirkan elemen emosional di dalam alur ceritanya – sesuatu yang kemungkinan jarang ditemukan dalam film-film horor Hollywood kebanyakan. Walau dalam Mama kehadiran elemen tersebut tidak sekuat seperti yang dihadirkan dalam The Orphanage, namun setidaknya Mama masih mampu tampil lebih baik daripada Don’t Be Afraid of the Dark maupun Splice. Terdapat banyak momen dalam penceritaan Mama yang akan memberikan kesan emosi yang hangat maupun menyentuh kepada penontonnya.

Lebih mengutamakan penyajian jalan cerita yang penuh kejutan maupun efek visual yang meyakinkan untuk menghidupkan karakter Mama, Mama dapat saja dihadirkan dengan penampilan akting para pengisi departemen aktingnya yang biasa saja. Beruntung, Muschietti memiliki deretan pemeran yang benar-benar mampu menghidupkan karakter-karakter yang mereka perankan. Tidak hadir dalam kapasitas akting yang spektakuler, namun nama-nama seperti Jessica Chastain, Nikolaj Coster-Waldau serta dua pemeran cilik, Megan Charpentier dan Isabelle Nélisse, mampu hadir dengan ikatan chemistry yang begitu meyakinkan satu sama lain dan membuat penampilan mereka begitu mudah untuk dinikmati dan tentunya dipercaya.

Meskipun berusaha tampil beda dalam penyajian kisah yang bernuansa dongeng serta tampilan visual yang banyak dilakukan dengan efek khusus, Mama akhirnya justru hadir dengan jalinan penceritaan horor yang tradisional lengkap dengan deretan karakter yang memang seperti di-desain khusus untuk hadir dalam film-film sejenis. Bukan sebuah kemasan yang mengesankan memang, namun Andrés Muschietti setidaknya mampu menerapkan visinya yang kuat tentang jalan penceritaan Mama untuk menghadirkan sebuah jalinan kisah horor yang mampu beberapa kali hadir menakutkan serta tetap berhasil menyajikan elemen emosional di beberapa bagian kisahnya. Sebuah debut film layar lebar yang seharusnya dapat lebih baik lagi namun jelas tidak dapat dikategorikan sebagai hasil yang mengecewakan.

popcornpopcornpopcorn popcorn2popcorn2

Mama (Toma 78/De Milo, 2013)
Mama (Toma 78/De Milo, 2013)

Mama (2013)

Directed by Andrés Muschietti Produced by J. Miles Dale, Barbara Muschietti Written by Neil Cross, Andrés Muschietti, Barbara Muschietti (screenplay), Andrés Muschietti, Barbara Muschietti (story) Starring Jessica Chastain, Nikolaj Coster-Waldau, Megan Charpentier, Morgan McGarry, Isabelle Nélisse, Maya Dawe, Sierra Dawe, Daniel Kash, Javier Botet, Jane Moffat, David Fox, Dominic Cuzzocrea, Julia Chantrey, Diane Gordon, Hannah Cheesman, Elva Mai Hoover, Pamela Susan Farrauto, Chrys Hobbs, Laura Guiteras Music by Fernando Velázquez Cinematography Antonio Riestra Editing by Michele Conroy Studio Toma 78/De Milo Running time 100 minutes Country Spain, Canada Language English

7 thoughts on “Review: Mama (2013)”

  1. Sebagai film horor tidak seram. Tapi drama bagus kok. Gw ngerasa dapet “rasa kasih sayang” dari “Mama” ke anak asuhnya. Adegan rebutan anak pas akhir bagus he he

  2. Aihhh… aku kebayang selama dua hari malah sama “sosok” Mama itu. Dan, yep, setuju sama rouju.. adegan rebutan anak pas akhirnya dramatis kalo aku bilang. Yah, seperti tagline-nya sih: “A mother’s love is forever”.
    *btw, akting anak-anaknya bagus!! Gila bikin parno!

  3. film nya bagus (y) beda dari film horor kebanyakan,emang sih wujud si “mama” itu seram tpi…..waktu terakhir” nya bikin nangis :’) I Love You mom

    Gw saluttt (y)

Leave a Reply