Review: Iron Sky (2012)


Iron Sky memiliki salah satu premis cerita film paling brilian yang pernah Anda dengar selama beberapa tahun terakhir: Para pasukan Nazi yang selama ini dikira telah berhasil dikalahkan dan musnah ternyata mengungsi ke Bulan dan kini sedang menyusun rencana untuk kembali ke Bumi dalam rangka merebut singgasana kekuasaan dunia. Brilian! Namun… sebuah ide brilian jelas hanya akan menjadi sebuah… well… ide brilian ketika ide tersebut gagal untuk mendapatkan sentuhan yang benar dalam masa eksekusinya. Iron Sky, sayangnya, harus mengalami kejadian tersebut. Naskah cerita yang ditulis oleh sutradara film ini, Timo Vuorensola, bersama dengan Michael Kalesniko, gagal untuk menangkap keunikan premis ceritanya secara keseluruhan dan justru mengisi durasi filmnya dengan berbagai plot cerita klise khas film-film black comedy bernuansa politis Hollywood.

Iron Sky sendiri dimulai dengan kisah mengenai seorang model pria berkulit hitam asal Amerika Serikat, James Washington (Christopher Kirby), yang dikirim oleh Presiden negara tersebut (Stephanie Paul) – dalam perwujudan yang merupakan sebuah parodi dari mantan calon Wakil Presiden Amerika Serikat, Sarah Palin – untuk berangkat ke Bulan pada tahun 2018. Pemilihan James yang berkulit hitam sendiri dilakukan oleh sang Presiden sebagai salah satu bentuk usahanya untuk menarik simpati masyarakat Amerika Serikat agar mau memilihnya lagi untuk menjadi seorang presiden di pemilihan umum yang akan datang. Sial, pengiriman James ke Bulan gagal berjalan dengan baik setelah James tiba-tiba kehilangan kontak dengan Bumi dan kemudian dinyatakan hilang.

James sendiri bukannya menghilang tanpa sebab. Ia ternyata diculik oleh sekelompok pasukan Nazi yang semenjak kekalahan mereka di medan perang pada tahun 1945 kemudian mengungsi ke Bulan dan membentuk sebuah koloni Nazi yang baru disana. Oleh sang komandan pasukan Nazi, Klaus Adler (Götz Otto), James kemudian melalui serangkaian interogasi untuk mencari informasi lebih banyak tentang Bumi yang dilakukan sebagai bagian persiapan dari para pasukan Nazi untuk kembali dan menyerang Bumi. Klaus bersama James, dan tunangan Klaus, Renate Richter (Julia Dietze), kemudian berangkat menggunakan armada pesawat luar angkasa pasukan Nazi menuju Bumi guna menemukan sebuah perangkat komputer canggih milik masyarakat Bumi yang akan dimanfaatkan untuk melengkapi peralatan pertempuran mereka.

Berlatar belakang di dua lokasi, Bulan dan Bumi, Iron Sky tampil dengan kekuatan utamanya ketika film ini sedang menceritakan mengenai para pasukan Nazi yang sedang berada di Bulan dengan segala tingkah dan kelakuan mereka yang begitu ketinggalan zaman. Jelas sebuah sindiran (dan hinaan) yang sangat tajam – jika Anda merupakan salah satu bagian dari kelompok tersebut. Desain produksi untuk menggambarkan bagaimana suasana kehidupan koloni pasukan nazi di Bulan sendiri juga mampu dihadirkan dengan cukup impresif. Penampilan para pemerannya, yang kebanyakan berisi aktor dan aktris yang berasal dari Jerman, juga membuat bagian penceritaan di Bulan hadir lebih mengesankan, khususnya penampilan dari Götz Otto dan Udo Kier.

Masalah kebanyakan muncul ketika jalan cerita Iron Sky berada di wilayah Bumi. Memang, beberapa senyuman mungkin akan muncul ketika menyaksikan Stephanie Paul hadir dalam bentuk parodi karakter Sarah Palin atau ketika sebuah adegan merekonstruksi ulang secara komedi adegan rapat yang dilakukan oleh Adolf Hitler dalam film Downfall (2004). Namun sekelumit hiburan tersebut tentu tidak akan berati banyak jika dibandingkan dengan deretan plot dan dialog yang klise serta kemampuan akting dari para pemerannya – terutama Stephanie Paul dan Peta Sergeant yang terlihat begitu berusaha untuk tampil komikal dan gagal – yang jelas jauh dari kesan memuaskan. Bagian terburuk Iron Sky berada di bagian akhir penceritaan film ini dimana Timo Vuorensola terlihat berusaha memasukkan berbagai sindiran tentang kondisi sosial dunia namun mengarahkannya dengan sebuah bentuk penceritaan yang cenderung klise.

Pun begitu, Iron Sky bukannya hadir tanpa momen-momen yang menyenangkan. Ketika film ini mampu menghantarkan sisi black comedy yang berada di dalam jalan ceritanya, Iron Sky terasa begitu menarik untuk diikuti. Tata visual, desain produksi dan kemampuan para jajaran pemerannya untuk tampil meyakinkan juga membuat menit-menit awal Iron Sky semakin kuat dalam penghantaran kualitasnya. Sayang, seiring dengan berjalannya durasi film, Timo Vuorensola sepertinya kehilangan arah untuk membawakan jalan cerita film ini dan akhirnya membuat Iron Sky seperti sebuah sajian medioker dan gagal untuk bersinar lebih terang.

Iron Sky (Yleisradio/New Holland Pictures/27 Films Production/Blind Spot Pictures Oy, 2012)

Iron Sky (2012)

Directed by Timo Vuorensola Produced by Oliver Damian, Tero Kaukomaa, Samuli Torssonen Written by Michael Kalesniko, Timo Vuorensola (screenplay), Johanna Sinisalo (story), Jarmo Puskala (concept) Starring Julia Dietze, Götz Otto, Christopher Kirby, Tilo Prückner, Udo Kier, Peta Sergeant, Stephanie Paul Music by Laibach Cinematography Mike Orasmaa Editing by Suresh Ayyar Studio Yleisradio/New Holland Pictures/27 Films Production/Blind Spot Pictures Oy Running time 93 minutes Country Finland, Germany, Australia Language English, German

 

 

 

5 thoughts on “Review: Iron Sky (2012)”

  1. efek-nya halus nggak sich bro? w mau nonton tapi takut spesial efek-nya medioker. Udah gitu di Blitz GI cuma yg reguler doank, idih… ogah deh nonton gulungan film jadul… gambarnya amit jeleknya tuch pasti…

    Aneh kenapa nggak ada yg digitalnya / 2D… Hmmph…

  2. Wuiihh ternyata bung amir bikin review to ini film…
    aku udah nonton film ini bbrp bln lalu emang jauh dari ekspetasi. Kukira film ini akan menghadiran perang epik massive ala independence day, ternyata cuma komedi satir politik dan sepertinya film ini SARA banget, terutama adegan si james yg negro dibuat jadi bule karena minum obat albino buatan NAZI

  3. wah belum sempet nonton… tapi memang dari awal tahu tentang film ini sudah tertarik sama ide ceritanya 🙂

Leave a Reply