Review: The Devil Inside (2012)


Hey… what do you know? Another movie about exorcism. Tidak seperti Exorcismus (2010), The Devil Inside adalah sebuah film yang bertemakan tentang pengusiran setan namun digarap a la film-film found footage seperti The Blair Witch Project (1999) atau franchise Paranormal Activity (2009 – 2011) yang fenomenal itu – dua elemen horor yang sebelumnya telah sukses digabungkan Daniel Stamm dalam The Last Exorcism (2010). Dengan durasi sepanjang 87 menit, seperti layaknya film-film horor bertema sama, The Devil Inside menghabiskan paruh waktu pertamanya dengan memberikan perkenalan karakter dan masalah sekaligus menghadirkan beberapa adegan kejutan yang cukup menakutkan. Sayangnya, ketika film ini mencapai puncak permasalahannya, The Devil Inside malah berjalan dengan repetisi kisah yang cenderung datar dan sebuah ending yang begitu anti-klimaks.

Dasar konflik kisah The Devil Inside sendiri dikisahkan terjadi pada tahun 1989, ketika seorang wanita bernama Maria Rossi (Suzan Crowley), ditangkap oleh pihak kepolisian setelah membunuh tiga orang anggota gereja ketika mereka sedang berusaha melakukan prosesi pengusiran setan dari tubuh Maria. Maria sendiri kemudian dinyatakan tidak waras oleh pihak hukum, dan oleh karena campur tangan pihak Gereja Katolik di Roma, Italia, lalu dibawa dan dirawat di sebuah rumah sakit jiwa di kota tersebut. Dua puluh tahun kemudian, puteri Maria, Isabella (Fernanda Andrade), akhirnya mengetahui kisah nyata mengenai sang ibu tiga hari sebelum meninggalnya sang ayah. Isabella lalu bertekad untuk menemui Maria di Roma bersama sahabatnya, Michael (Ionut Grama), yang akan memfilmkan seluruh kegiatan tersebut.

Sesampainya di Roma, Isabella dan Michael berkenalan dengan dua pendeta muda, Ben (Simon Quarterman) dan David (Evan Helmuth). Ben dan David adalah dua orang pendeta yang percaya dengan prosesi pengusiran setan secara relijius dan secara gerilya melakukan pertolongan kepada orang-orang yang membutuhkan bantuan pengusiran setan tanpa diketahui oleh pihak Gereja Katolik yang telah melarang adanya kegiatan pengusiran setan tanpa sepengetahuan mereka. Lewat Ben dan David, Isabella lalu meminta bantuan agar mereka mau menganalisa dan membantu ibunya. Sebuah proses yang kemudian akan menjadi momen paling mengerikan yang pernah mereka alami di sepanjang hidup mereka.

Tidak banyak yang dapat ditawarkan The Devil Inside jika ditilik dari naskah ceritanya. Ditulis oleh sutradara, William Brent Bell, bersama dengan Matthew Peterman, naskah cerita The Devil Inside masihlah berisi deretan formula standar sebuah film yang bertemakan mengenai prosesi pengusiran setan. Yang membuat The Devil Inside masih mampu tampil cukup layak untuk dinikmati adalah kemampuan Bell untuk mengolah adegan-adegan yang berpotensi untuk mengejutkan dan menakuti para penontonnya. Alih-alih menghadirkan sosok setan yang merasuki para korbannya – serta deretan efek suara khas karakter yang kerasukan – Bell lebih memilih untuk menyajikan rasa sakit dari orang-orang yang kerasukan setan tersebut dengan visualisasi yang sealami mungkin. Hasilnya, penonton lebih dapat merasakan kengerian yang ingin dihantarkan jalan cerita film ini.

The Devil Inside mulai tampil sedikit melelahkan ketika naskah cerita film ini berusaha untuk menambah kerumitan jalan cerita yang ingin dihadirkan melalui repetisi kasus kerasukan setan yang menimpa beberapa karakter utamanya. Adegan yang awalnya mengandung cukup banyak amunisi untuk memberikan rasa kengerian pada penontonnya akhirnya justru terasa hambar dan datar ketika dihadirkan berulangkali dan tanpa penanganan jalan cerita yang kuat. Hal ini masih ditambah dengan pemilihan ending cerita yang begitu menggantung dan anti-klimaks. Penonton yang mengharapkan untuk mendapatkan ending cerita yang jelas maupun tegas jelas akan merasa sangat kecewa dengan ending cerita yang disajikan oleh The Devil Inside.

Tidak ada yang istimewa dari penampilan akting yang disajikan oleh para jajaran pemeran The Devil Inside. Tidak mengecewakan, walaupun pemeran karakter Isabella, Fernanda Andrade, sesekali masih terlihat kaku dan canggung dalam penampilannya. Diantara para pengisi departemen akting, Suzan Crowley yang memerankan karakter Maria Rossi yang kerasukan mungkin adalah aktris yang paling kuat penampilannya. Crowley mampu dengan sangat meyakinkan memberikan penampilan sesosok wanita dengan kepribadian yang “mengganggu” baik secara vokal maupun gerak tubuhnya. Penampilan Crowley sangat menakutkan!

Sayangnya, tidak ada yang istimewa dari The Devil Inside. Film arahan William Brent Bell ini tampil serupa dengan berbagai film lain yang bertema sama namun menyajikan kisahnya melalui metode found footage. Kemampuan Bell untuk menyajikan beberapa adegan menegangkan adalah satu-satunya hal yang masih mampu membuat The Devil Inside sesekali berhasil memenuhi harapan penonton untuk mendapatkan sajian kisah yang menakutkan. Selebihnya? The Devil Inside seringkali hadir terlalu datar dengan penyajian cerita yang telah berulang kali dieskpos oleh banyak film horor Hollywood.

The Devil Inside (Prototype/Room 101, 2012)

The Devil Inside (2012)

Directed by William Brent Bell Produced by Morris Paulson, Matthew Peterman Written by William Brent Bell, Matthew Peterman Starring Fernanda Andrade, Simon Quarterman, Evan Helmuth, Ionut Grama, Suzan Crowley, Bonnie Morgan, Brian Johnson, Preston James Hillier, D.T. Carney Music by Brett Detar, Ben Romans Cinematography Gonzalo Amat Editing by William Brent Bell, Tim Mirkovich Studio Prototype/Room 101 Running time 87 minutes Country United States Language English, Italian

2 thoughts on “Review: The Devil Inside (2012)”

Leave a Reply