Review: Abduction (2011)


Taylor Lautner telah memulai karirnya sebagai aktor ketika ia masih berusia 10 tahun dengan mendapatkan sebuah peran kecil di film Shadow Fury (2001). Debut aktingnya tersebut kemudian diikuti dengan peran sebagai salah satu dari tokoh utama dalam film arahan Robert Rodriguez, The Adventures of Sharkboy and Lavagirl in 3-D (2005), dan membintangi film komedi sukses, Cheaper by the Dozen 2 (2005), bersama Steve Martin dan Hilary Duff. Tiga tahun berselang, kesempatan emas untuk mendapatkan kepopuleran luas diperoleh Lautner setelah ia terpilih untuk memerankan sosok werewolf bernama Jacob Black yang terlibat cinta segitiga dengan seorang gadis remaja penyendiri bernama Bella Swan dan seorang vampire bernama Edward Cullen dalam Twilight (2008). Film tersebut menjadi awal dari sebuah franchise yang kemudian memperoleh kesuksesan luar biasa, menghasilkan pendapatan hampir sebesar US$2 milyar hingga saat ini, dengan jutaan penggemar fanatik di seluruh belahan dunia dan – tentu saja – melemparkan nama Taylor Lautner ke deretan aktor papan atas Hollywood.

Berbeda dengan dua rekannya dari franchise tersebut, Kristen Stewart dan Robert Pattinson, yang terus-menerus mengasah kemampuan akting mereka dengan membintangi banyak film drama indie maupun mainstream dengan tampilan naskah dan arahan yang lebih kuat dari franchise The Twilight Saga, status Lautner sebagai seorang aktor papan atas Hollywood belum pernah benar-benar teruji selain dari peran terbatas yang ia peroleh dalam film Valentine’s Day (2010). Ujian perdana sebagai aktor utama di luar franchise The Twilight Saga sendiri akhirnya datang dalam bentuk Abduction, sebuah film arahan John Singleton (2 Fast 2 Furious, 2003) yang memberikan kesempatan bagi Lautner untuk berada di jalur karir yang berbeda dari Stewart dan Pattinson: sebagai seorang bintang film laga baru Hollywood. Berhasil?

Dalam Abduction, Lautner berperan sebagai Nathan Harper, seorang remaja yang setelah sekian tahun hidup bahagia bersama ayah dan ibunya, Kevin (Jason Isaacs) dan Mara Harper (Maria Bello), menemukan fakta bahwa ia sebenarnya bukanlah anak kandung mereka. Sayangnya, momen dimana ia mengetahui fakta tersebut berubah menjadi sebuah tragedi ketika dua pria tidak dikenal memaksa masuk rumah mereka untuk menculik Nathan. Setelah terlibat dalam sebuah perkelahian singkat, dan memerintahkan Nathan untuk segera melarikan diri sejauh mungkin, Kevin dan Mara akhirnya tewas ditembak oleh dua pria tidak dikenal tersebut, yang sekaligus juga meledakkan rumah kediaman mereka.

Kebingungan, Nathan kemudian ditemui oleh Dr Bennet (Sigourney Weaver) yang memberitahu Nathan bahwa ia sebenarnya bernama Steven Price dan merupakan anak dari seorang agen CIA, Martin Price (Dermot Mulroney), yang sedang dikejar oleh sekelompok teroris Rusia pimpinan Viktor Kozlow (Michael Nyqvist) karena mencuri daftar nama agen CIA yang diduga terlibat dalam praktek kejahatan. Tidak hanya diburu oleh gerombolan teroris, beberapa agen CIA yang menduga bahwa namanya berada dalam daftar tersebut juga memburu Nathan. Dr Bennett kemudian mengingatkan Nathan untuk tidak mempercayai semua orang kecuali ayahnya dan seorang pria yang bernama Paul Rasen. Kini, Nathan harus terus berlari dan menghindarkan dirinya dari kejaran setiap orang yang berkeinginan untuk menggunakan dirinya agar dapat memaksa ayahnya untuk memberikan daftar tersebut.

Terdapat dua kesalahan fatal yang membuat Abduction tidak akan mampu tampil memuaskan terlepas dari dukungan nama-nama besar yang berada di departemen akting film ini. Dijual dengan premis yang digambarkan sebagai versi remaja dari kisah petualangan Jason Bourne dalam The Bourne Trilogy (2002 – 2007), naskah garapan Shawn Christensen bahkan sama sekali tidak memiliki kedalaman cerita dan karakter yang mampu mencapai setengah dari apa yang berhasil ditampilkan oleh trilogi film yang dibintangi oleh Matt Damon tersebut. Abduction bahkan lebih terlihat seperti film romansa remaja yang dibumbui oleh deretan adegan laga akibat lebih dominannya kisah cinta antara karakter Nathan yang diperankan Lautner dan karakter Karen yang diperankan aktris Lily Collins.

Singleton sendiri sepertinya tidak tertarik untuk menghadirkan Abduction sebagai sebuah film yang mencoba untuk menghadirkan detil cerita pada jalinan kisahnya dengan baik. Dialog yang dihadirkan sangat terbatas demi memberikan ruang yang lebih luas bagi kehadiran plot cerita yang nantinya akan memicu sebuah adegan laga. Karakterisasi dari setiap tokoh yang dihadirkan juga tidak pernah benar-benar ditampilkan dengan baik. Selain karakter Nathan, karakter lainnya terkesan hadir hanya agar jalan cerita terlihat lebih kompleks dari yang sebenarnya ingin disampaikan. Hal ini yang membuat talenta-talenta semacam Alfred Molina, Jason Isaacs, Maria Bello, Michael Nyqvist hingga Sigourney Weaver terbuang dengan sia-sia di film ini.

Kesalahan kedua, dan mungkin yang paling fatal dan berpengaruh, adalah fakta yang tak dapat dihindarkan: Taylor Lautner sama sekali tidak memiliki kemampuan akting yang mampu membuat karakternya terlihat menarik. Seperti halnya yang dilakukan Lautner pada franchise The Twilight Saga, Lautner tampil baik ketika ia diharuskan untuk tidak menggunakan pakaiannya. Namun ketika ia diharuskan untuk menampilkan sebuah tampilan emosi pada karakter yang ia mainkan – emosi ketika mengetahui bahwa orangtua yang selama ini ia sayangi bukanlah orangtua kandung, emosi yang mungkin wajar terlihat ketika seorang anak menyaksikan kedua orangtuanya terbunuh, emosi dari rasa dendam dan amarah yang membara akibat kematian kedua orangtua atau bahkan emosi remaja yang sedang menatap wajah kekasih yang sangat dicintai – Lautner terlihat begitu kesulitan. Hasilnya, Lautner terlihat menampilkan mimik wajah yang hampir serupa dari awal hingga film ini berakhir.

Selain gagal dalam memberikan kedalaman ekspresi pada karakternya, Lautner juga memberikan kartu mati pada karakter Nathan dengan menghantarkan deretan dialog yang diberikan padsa karakternya dengan ritme dan nada yang datar pada setiap suasana – kecuali dengan tambahan berteriak pada beberapa bagian. Chemistry yang ia jalin dengan Lily Collins juga gagal total. Hampir terasa amat sukar untuk mempercayai bahwa dua karakter yang mereka perankan sedang terlibat dalam jalinan asmara dengan chemistry kosong yang hadir antara keduanya. Collins sendiri tampil tidak mengecewakan dalam aktingnya. Adalah Lautner yang benar-benar menjadi titik terlemah – yang sayangnya justru memiliki porsi peran terbesar – dari departemen akting Abduction.

Abduction terlihat seperti sebuah film yang jelas-jelas ingin menggunakan kehadiran Taylor Lautner secara maksimal dalam jalan cerita. Hanya saja, John Singleton sepertinya lebih tertarik untuk memanfaatkan kehadiran fisik Lautner daripada talentanya: beberapa kali tampil tanpa mengenakan pakaiannya dan dihadirkan secara close-up hampir di setiap adegan akan membuat setiap penggemar Lautner menemukan kebahagiaan sejatinya. Lautner sama sekali tidak memiliki kemampuan untuk menghidupkan seorang karakter yang memiliki jangkauan emosi yang luas dan cenderung berubah-ubah. Bukannya tidak berusaha – terlihat dari Lautner yang seringkali terlihat kesulitan dalam menghadirkan ekspresi wajahnya – namun mungkin Lautner memang… well… bukan aktor paling berbakat yang dapat diberikan Hollywood. Lautner dan naskah cerita yang begitu klise, dialog terbatas nan cheesy serta karakterisasi yang dangkal adalah masalah utama dari Abduction. Sejumlah permasalahan yang cukup untuk menjadikan film ini sebagai salah satu pengalaman terburuk yang dapat setiap penonton rasakan ketika mereka memilih untuk menyaksikannya.

Abduction (Lionsgate/Gotham Group/Vertigo Entertainment/Quick Six Entertainment/Mango Farms/Tailor Made, 2011)

Abduction (2011)

Directed by John Singleton Produced by Doug Davison, Ellen Goldsmith-Vein, Lee Stollman, Roy Lee, Dan Lautner Written by Shawn Christensen Starring Taylor Lautner, Lily Collins, Alfred Molina, Jason Isaacs, Maria Bello, Sigourney Weaver, Michael Nyqvist, Dermot Mulroney, Elisabeth Röhm, Aunjanue Ellis, Antonique Smith Music by Edward Shearmur Cinematography Peter Menzies, Jr. Editing by Bruce Cannon Studio Lionsgate/Gotham Group/Vertigo Entertainment/Quick Six Entertainment/Mango Farms/Tailor Made Running time 106 minutes Country United States Language English

4 thoughts on “Review: Abduction (2011)”

  1. Menyaksikan film ini awalnya saya mengharapkan ketegangan ala Trilogy Bourne (Identity, Supremacy, Ultimatum), karena menyangkut dunia inteligen yang sarat dengan berbagai konspirasi. Namun ketika menonton filmnya, Lautner benar-benar impoten dalam berakting. Sama sekali tidak terasa bahwa dia sedang berada di dalam suasana yang berbahaya dan menakutkan. Lautner seperti manequin yang dipajang di toko, good looking tapi tidak berjiwa.

  2. Bener, gue pribadi sendiri juga menilai film ini sedikit “maksa”. Ekspresif sungguh kurang, bahkan dipaksain. Gak bisa menengok “realita” sebenernya bila kalo kayak gini gimana, itu gimana. Lautner harus lebih banyak belajar. Terima kasih atas review dan artikelnya, bro! 😀

Leave a Reply