Review: Up in the Air (2009)


Sejak merilis debut penyutradaraan film layar lebarnya, Thank You For Smoking, sutradara Jason Reitman sepertinya selalu berhasil untuk memberikan sebuah film drama yang berisi begitu banyak pesan moral namun berhasil disembunyikan dengan sangat rapi melalui kemasan komedi yang ringan. Formula inilah yang juga digunakan Reitman ketika menggarap Juno, film komedi remaja yang dirilis pada tahun 2007, dan sukses baik secara kritikal maupun komersil serta mengantarkan aktris Ellen Page ke tingkat popularitasnya sekarang.

Setelah memproduseri Jennifer’s Body, sebuah film horror yang ditulis oleh Diablo Cody, penulis naskah Juno, yang ternyata tidak memberikan hasil yang cukup memuaskan, Reitman kini kembali duduk di bangku sutradara. Bersama Sheldon Turner (The Longest Yard, The Texas Chainsaw Massacre: The Beginning), Reitman kemudian mengadaptasi novel karya Walter Kirn untuk kemudian menjadi sebuah naskah filmnya, Up in the Air.

Dibintangi oleh trio George Clooney, Vera Farmiga dan Anna Kendrick, Up in the Air menceritakan mengenai Ryan Bingham (Clooney), pria yang bekerja dan berkeliling Amerika Serikat sebagai seorang yang diutus sebuah perusahaan untuk memecat pegawai mereka. Juga seorang pembicara yang acapkali memberikan motivasi dan arahan pada berbagai seminar, Bingham tidak percaya (takut?) akan adanya komitmen dan memiliki sebuah tujuan hidup sendiri: untuk mencapai catatan sebagai seorang frequent flyer dengan raihan terbang sepanjang 10 juta mil. Tentu, Bingham tidak akan menyangka kalau ia akan bertemu dengan Alex (Farmiga), seorang wanita frequent flyer dimana akhirnya Bingham menjalani sebuah hubungan.

THE FANTASTIC MR FOX. George Clooney sepertinya tidak harus banyak berakting. Bukankah ia menjadi dirinya sendiri dalam film ini?

Wanita lain yang datang di kehidupan Bingham adalah si ambisius Natalie Keener (Kendrick), seorang pegawai di kantornya yang berusaha untuk memotong anggaran biaya dengan berusaha menghilangkan sistem terbang, seperti yang selama ini dilakukan perusahaan tempat Bingham bekerja. Merasa tujuan hidupnya tidak akan tercapai, Bingham memutuskan membawa Keener untuk mengikuti perjalanannya dalam memecat sekelompok orang, agar Keener sadar bahwa berhadapan dengan orang yang akan dipecat adalah sama sekali berbeda dengan menghadapi mereka lewat sebuah webcam, seperti yang selama ini Keener berusaha terapkan.

Di dalam perjalanan, kisah cinta Keener yang kandas, pernikahan adiknya, serta rasa sayangnya yang semakin mendalam terhadap Alex membuat Bingham mempertanyakan tujuan hidupnya selama ini.

Saya sama sekali tidak tahu bagaimana cara Reitman untuk menerjemahkan sebuah novel modern namun puitis dan berisi banyak pesan hidup ini menjadi sebuah tontonan sekelas Up in the Air yang sangat, sangat dapat dinikmati, bahkan bagi seorang penggemar film “normal” sekalipun. Kisah Ryan Bingham dalam film ini mampu tampil begitu nyata dan begitu mengena sehingga mungkin sebagian penontonnya akan merasa bahwa film ini sedang menceritakan mengenai kehidupan mereka sendiri.

Mendengar nama George Clooney yang memerankan seorang tokoh yang memiliki karakteristik seperti Ryan Bingham, sejujurnya, bukanlah sebuah hal yang terlalu menantang bagi saya. Clooney, selama ini, memang dapat digambarkan sebagai Ryan Bingham itu sendiri, baik dilihat dari berbagai karakter yang ia perankan selama ini, maupun dari kehidupan pribadinya. Bingham  (baca: Clooney) adalah tipe seorang pria charming yang sangat dikagumi karena etos kerja dan dedikasi yang ia berikan, sehingga sanggup mengenyampingkan kehidupan pribadinya terlebih dahulu.

Walau begitu, saya tetap merasa terpesona atas penjiwaan yang diberikan Clooney atas karakter Bingham. Lewat tatapan matanya, khususnya di bagian akhir, Clooney mampu memberikan tatapan jiwa seorang Bingham yang sensitif, rapuh dan sedang merasa kesepian karena merasa bahwa hidup telah melakukan sebuah kecurangan pada dirinya selama ini.

Vera Farmiga dan Anna Kendrick sendiri mampu memberikan gambaran dua wanita dengan dua kepribadian yang berbeda. Alex yang diperankan Farmiga menjadi sebuah cerminan wanita mapan yang telah “berdamai” dengan kehidupannya, namun masih merasa kehilangan sesuatu, sementara Natalie yang dibawakan Kendrick (ya… Kendrick yang sama yang memerankan tokoh Jessica Stanley dalam Twilight) adalah karakter wanita muda emosional yang masih berapi-api dalam mengejar apa yang telah disediakan masa depan untuk dirinya. Dan Farmiga dan kendrick benar-benar memberikan usaha 110% untuk menggambarkan dua karakter tersebut.

Dengan mengandalkan pada akting para pemeran utamanya, serta naskah cerita yang brilian, Up in the Air berhasil memberikan sebuah kesan tersendiri bagi para penontonnya. Berisi banyak adegan yang mampu menggiring rasa emosional Anda, Up in the Air juga mampu memberikan Anda senyuman mengenai lelucon yang sedang dimainkan oleh hidup pada manusia. Bahkan jika Anda sendirilah yang menjadi korban lelucon tersebut. Jujur, dalam, dan begitu nyata, Up in the Air adalah sebuah film yang tidak akan Anda lupakan dengan begitu mudahnya.

Rate: 4.5 / 5

Up in the Air (Paramount Pictures, 2009)

Up in the Air (2009)

Directed by Jason Reitman Produced by Daniel Dubiecki Jeffrey Clifford, Ivan Reitman, Jason Reitman Written by Sheldon Turner and Jason Reitman (Screenplay) Walter Kirn (Book) Starring George Clooney, Vera Farmiga, Anna Kendrick Music by Rolfe Kent, Randall Poster, Rick Clark Cinematography Eric Steelberg Editing by Dana E. Glauberman Distributed by Paramount Pictures Running time 109 minutes Country United States Language English

3 thoughts on “Review: Up in the Air (2009)”

  1. i agreee. tidak bisa terlupakan selama berhari2 masih kebayang2.. hehehe
    salah satu dari sedikit film yang masih terusss bisa dibahas, dialog2nya terutama.. 🙂

    salam kenal mas, review yang menarik, blog yang bagus!

    1. Penuh dengan pelajaran hidup yah? Khususnya dimasa-masa dimana sekarang dimana kadang merasa lebih mentingin karir daripada keluarga yang selalu ada…

      Salam kenal! 😀

Leave a Reply