Review: The Artist (2011)


Di era dimana kebanyakan film yang dirilis mengandalkan efek visual dan suara untuk menarik perhatian para penonton mereka, sutradara film asal Perancis, Michel Hazanavicius, justru bergerak ke arah yang berlawanan. Dengan menghadirkan sebuah penghormatan terhadap film-film bisu dan hitam putih di masa lalu, Hazanavicius menghadirkan The Artist yang murni mengandalkan kemampuan para jajaran pemerannya untuk menghadirkan ekspresi dan emosi dari jalan cerita yang ingin disampaikan. Diperkuat dengan tambahan tata musik yang hadir untuk semakin memperkuat sisi emosional jalan cerita, yang juga ditulis oleh Hazanavicius, The Artist mampu kembali membuktikan bahwa dengan pengarahan yang tepat, a good story is a good story bahkan jika cerita tersebut hadir tanpa deretan dialog maupun tampil efek yang memukau mata para penontonnya.

Berlatar belakang cerita pada tahun 1929 hingga 1931, The Artist dibuka dengan kisah kesuksesan seorang aktor film-film bisu yang tampan dan memiliki kharisma yang begitu mempesona bagi para penggemarnya, George Valentin (Jean Dujardin). Di era keemasannya, tidak ada satupun film yang dibintangi oleh George yang gagal ketika dirilis di pasaran. Publik begitu mencintai dirinya, termasuk Peppy Miller (Bérénice Bejo), seorang gadis cantik yang juga sedang berusaha untuk memulai karirnya di industri film Hollywood. Lewat sebuah perjumpaan yang tidak disengaja, George dan Peppy berkenalan satu sama lain. Menyadari bahwa Peppy sedang merintis karirnya di industri film, George juga tidak segan untuk memberikan saran kepada Peppy mengenai langkah-langkah yang haruisnya dilakukan Peppy untuk dapat bertahan di tengah ketatnya persaingan industri film Hollywood.

Tahun berganti, dan seiring dengan kemajuan teknologi, film-film bisu mulai tergantikan posisinya dengan film-film yang menggunakan dialog dalam penceritaannya. Banyak studio film kemudian mulai menutup divisi film-film bisu mereka, sebuah gerakan yang jelas mempengaruhi karir George, yang tidak dengan serta-merta menerima perubahan kemajuan zaman tersebut. Secara perlahan, posisi George Valentin sebagai bintang tenar Hollywood mulai meredup akibat penolakan George untuk membintangi film-film yang menggunakan dialog dan suara. Di sisi lain, Peppy Miller ternyata mulai meraih perhatian besar di kalangan pembuat film Hollywood dan kemudian tumbuh menjadi kesayangan publik Amerika Serikat. Peppy, yang kini merupakan seorang aktris besar Hollywood, ternyata tidak melupakan rasa kagumnya terhadap seorang George Valentin. Secara sembunyi-sembunyi, Peppy mulai memberikan perhatian kepada bintang idolanya tersebut.

Harus diakui, kesuksesan terbesar dari The Artist muncul karena pengarahan yang sangat solid dari Michel Hazanavicius. Hazanavicius sepertinya sangat mengerti bahwa naskah cerita yang ia tuliskan merupakan sebuah gambaran cerita yang sangat sederhana dan hanya membutuhkan sentuhan penampilan akting yang kuat dari para jajaran pemerannya untuk mampu mengeluarkan esensi drama dan komedi yang terdapat di dalamnya. Walau pada beberapa bagian naskah Hazanavicius terkesan terlalu memperpanjang permasalahan yang ada, khususnya ketika The Artist menceritakan mengenai kisah kejatuhan karir karakter George Valentin, namun Hazanavicius selalu menemukan cara untuk membuat kisah yang ia hadirkan mampu setidaknya tetap menghasilkan sebuah senyuman di bibir para penontonnya.

Kekuatan lain dari penceritaan The Artist datang dari jajaran pemerannya. Dimulai dari Jean Dujardin yang begitu tampil ekspresif sekaligus mampu tetap tampil dramatis ketika jalan cerita film ini membutuhkan. Chemistry yang tercipta antara Dujardin dengan Bérénice Bejo juga mampu hadir begitu kuat sehingga hubungan kisah asmara yang terjalin antara karakter George Valentin dan Peppy Miller di sepanjang penceritaan The Artist mampu tampil begitu meyakinkan, menghibur sekaligus emosional. Departemen akting The Artist juga diisi penampilan akting dari John Goodman, James Cromwell, Missi Pyle dan Penelope Ann Miller yang, sama halnya dengan Dujardin dan Bejo, mampu melewati rintangan ketiadaan dialog untuk menghantarkan sisi emosional yang dibutuhkan oleh karakter yang mereka perankan.

Murni menghandalkan jalan cerita yang sederhana dan penampilan akting yang sangat ekspresif dari para departemen aktingnya, Michel Hazanavicius mampu menghantarkan The Artist sebagai sebuah film yang mampu tampil emosional dan bercerita dengan banyak dan luas terlepas dari penampilannya yang hadir sebagai sebuah film bisu dan tanpa pewarnaan. Didukung oleh penampilan yang begitu meyakinkan dari jajaran pemeran film ini, khususnya Jean Dujardin dan Bérénice Bejo yang begitu memikat, serta tata produksi film yang semakin memperkuat penampilan film ini – tata musik arahan Ludovic Bource yang mampu mengisi setiap celah emosional dalam jalan cerita film ini dan tata sinematografi arahan Guillaume Schiffman yang begiu indah – The Artist adalah sebuah film yang akan sangat sulit untuk ditolak pesonanya oleh para penonton modern walaupun dengan penampilan klasiknya yang begitu dominan.

The Artist (La Petite Reine/ARP Sélection, 2011)

The Artist (2011)

Directed by Michel Hazanavicius Produced by Thomas Langmann Written by Michel Hazanavicius Starring Jean Dujardin, Bérénice Bejo, Uggie, John Goodman, James Cromwell, Missi Pyle, Penelope Ann Miller, Malcolm McDowell, Bitsie Tulloch, Beth Grant, Ed Lauter, Jen Lilley, Nina Siemaszko, Jewel Shepard, Basil Hoffman, Ben Kurland, Ken Davitian Music by Ludovic Bource Cinematography Guillaume Schiffman Editing by Anne-Sophie Bion, Michel Hazanavicius Studio La Petite Reine/ARP Sélection Running time 100 minutes Country France Language Silent, English intertitles

10 thoughts on “Review: The Artist (2011)”

  1. review film yg ngaco. terkesan terlalu subyektif. kalo gitu bikin diary bwt diri sendiri aja bung,jgn di blog.

    1. Sir, with all due respects, please read again what’s the true meaning of blogging and its ultimate function. Thank you.

    2. Hmm, namanya nge-review mank bisa pendapat pribadi atau objective sich, jadi sama sekali no problemo kalo mank isinya beneran pendapat pribadi semua, apalagi nama-nya Blog memang diary-nya digital kan ya..? Hehe…

      🙂

  2. ni komen pertama ane di blog ni..
    bg amir jgn di tanggepin tu komen si arjuna kampret…org kaya gitu yg bikin indonesia ga maju2..
    selalu mengkritik tp ga membangun…mgkin dia ga bisa kali kaya bg amir…buat ane review nya bg amir t-o-p begete…lanjutin trus aja bg karyanya…ane kalo liat review film terbaru slalu liat ni blog..
    i’ll always to keep

Leave a Reply