Review: Tendangan Dari Langit (2011)


Cukup mengherankan untuk melihat betapa sedikitnya film-film yang bertemakan olahraga sepakbola digarap oleh para sineas perfilman Indonesia mengingat betapa fanatiknya hampir seluruh warga negara negeri ini terhadap salah satu olahraga tertua di dunia tersebut. Hanung Bramantyo, sutradara pemenang dua Piala Citra dari ajang Festival Film Indonesia sebagai Sutradara Terbaik dan baru saja mengukir kesuksesan dengan film Tanda Tanya yang dirilis awal tahun ini, mencoba mengisi kekosongan film-film bertema olahraga sepakbola tersebut dengan merilis Tendangan Dari Langit. Dengan naskah yang ditulis oleh Fajar Nugros (Si Jago Merah, 2008), Hanung kembali membuktikan kepiawaiannya untuk bercerita banyak hal mengenai kehidupan namun ditampilkan secara ringan dan lepas yang menjadikan Tendangan Dari Langit – seperti halnya film-film karya Hanung lainnya – begitu mudah untuk dinikmati.

Mengemas formula from zero to hero yang memang sangat familiar untuk digunakan dalam film-film bertema olahraga, Tendangan Dari Langit menceritakan mengenai Wahyu (Yosie Kristanto), seorang remaja asal Bromo dengan bakat yang luar biasa di bidang olahraga. Walau pada awalnya hanya menggunakan bakat sepakbolanya tersebut sebagai hanya untuk kepentingan bermain semata, namun dengan arahan sang paman, Hasan (Agus Kuncoro), Wahyu secara perlahan mulai mampu mengumpulkan uang sendiri yang ia peroleh dari pertandingan sepakbola yang ia menangkan. Pun begitu, ayah Wahyu, Darto (Sujiwo Tejo), yang semenjak lama melarang Wahyu untuk bermain sepakbola karena dinilai tidak memiliki masa depan apapun, tetap tidak bergeming dengan kesuksesan maupun pujian yang diperoleh Wahyu.

Namun keberuntungan akan selalu ada bagi mereka yang selalu berusaha. Ketika sedang berlatih suatu hari, bakat sepakbola Wahyu secara tidak sengaja disaksikan oleh pelatih klub sepakbola Persema Malang, Timo (Timo Scheunemann). Merasa tertarik dengan bakat yang dimiliki Wahyu, Timo lalu mengundang Wahyu untuk mengikuti tryout pencarian bakat atlet sepakbola baru bagi klub sepakbola yang ia latih. Jelas sebuah tawaran yang tidak akan disia-siakan begitu saja. Dengan semangat yang membara, ditambah dukungan dari Hasan dan teman-teman sekolahnya, Wahyu mengikuti tryout tersebut. Sayang, sebuah tes medis yang dijalani Wahyu kemudian membuka fakta bahwa ia menderita sebuah sindrom penyakit yang akan membuatnya tidak akan mampu lagi bermain sepakbola di masa yang akan datang.

Terlepas dari lintasan cerita from zero to hero yang familiar, harus diakui bahwa Fajar Nugros mampu menyuntikkan banyak ide-ide segar dalam setiap deretan alur cerita dan dialog yang dibentuk Tendangan Dari Langit yang membuat film ini tidak pernah sekalipun terasa menjemukan. Kisah usaha keras karakter Wahyu dalam membuktikan kemampuan dirinya memang menjadi kisah utama yang ditampilkan sangat menarik, namun kisah hubungan antara Wahyu dengan sang ayahlah yang menjadi detak kehidupan perdana bagi film ini. Fajar menggarap karakter Wahyu dan Darto sebagai dua karakter yang saling bertolak belakang satu sama lain. Pun begitu, lama-kelamaan, penonton akan dapat melihat bahwa dua karakter ini merupakan sebuah refleksi diri satu sama lain yang saling berusaha untuk mlindungi. Ini yang membuat hubungan kedua karakter ini begitu hangat bahkan menyentuh di beberapa bagian cerita.

Bagian terlemah dari penceritaan Tendangan Dari Langit terletak pada kisah romansa remaja yang terjalin antara karakter Fajar dengan Indah (Maudy Ayunda), teman satu sekolahnya. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan alur kisah percintaan ini. Namun di sepanjang penceritaan Tendangan Dari Langit, bagian percintaan karakter Fajar dan Indah tidak pernah mampu tergali dengan sempurna untuk dapat mencuri hati penonton. Jalinan kisah percintaan antara kedua karakter tersebut juga terasa semakin diperumit – namun tetap gagal untuk dapat tampil menarik – dengan kehadiran karakter Hendro (Giorgino Abraham) diantara keduanya. Untungnya, kisah percintaan antara karakter Fajar dan Indah mampu diselimuti dengan deretan komedi yang terbentuk dengan sangat baik dari karakter sahabat-sahabat Fajar dan Indah, mulai dari Mitra (Jordi Onsu), Purnomo (Joshua Suherman) hingga Meli (Natasha Chairani), yang membuat jalan cerita terasa cukup menghibur.

Lupakan Irfan Bachdim maupun Kim Kurniawan yang wajahnya sebagian besar menguasai poster Tendangan Dari Langit. Kehadiran mereka berdua di departemen akting film ini hampir hanya tampil sebagai peran pendukung minor belaka dengan minimalisnya dialog dan adegan yang melibatkan mereka berdua. Di jajaran pemeran utama, terdapat nama Yosie Kristanto yang berperan sebagai Wahyu. Walaupun Tendangan Dari Langit merupakan film pertamanya, Yosie mampu beradaptasi dengan baik terhadap peran yang ia bawakan serta cukup mampu menghasilkan ikatan chemistry dengan para pemeran film lainnya yang membuat karakternya tampil sangat meyakinkan.

Selain Wahyu, Tendangan Dari Langit juga diisi dengan banyak penampilan prima dari para jajaran pemeran lainnya. Sujiwo Tejo dan Agus Kuncoro adalah dua nama yang akan membuat setiap penonton film ini terkagum dengan kemampuan mereka dalam memberikan kemampuan akting terbaik. Khusus pada Sujiwo Tejo, karakter Darto yang ia perankan diberikan banyak sekali dialog-dialog metafor berisi kritikan sosial dan politik tajam namun ditampilkan secara humoris. Sujiwo Tejo kemudian mampu mengeksekusi dialog tersebut dengan sangat sempurna. Selain ketiga nama tersebut, Hanung berhasil mengarahkan setiap jajaran pemeran film ini  untuk mengeluarkan kemampuan akting terbaik mereka, termasuk dari beberapa pemain sepakbola nasional yang terlibat tampil sebagai cameo di film ini. Hasilnya, jajaran pemeran Tendangan Dari Langit tampil sangat solid dan memuaskan.

Seperti halnya film-film karya Hanung Bramantyo lainnya, tata produksi Tendangan Dari Langit jelas bukanlah sebuah departemen yang patut diragukan. Namun khusus untuk film ini, Hanung kembali berhasil memberikan sebuah sajian produksi dengan kualitas yang sangat memuaskan. Lihat saja bagaimana tata sinematografi arahan Faozan Rizal yang mampu menangkap kemegahan alam Bromo. Breathtaking! Kolaborator regular Hanung di bidang tata musik, Tya Subiakto juga masih mampu memberikan iringan musik terbaiknya untuk film ini. Pada beberapa bagian, iringan musik karya Tya mampu memberikan intensitas tersendiri pada jalan cerita yang dihadirkan Tendangan Dari Langit dan membuatnya menjadi semakin hidup. Kehadiran beberapa lagu karya band Kotak di dalam film ini juga digunakan dengan sangat baik untuk memberikan ilustrasi tambahan mengenai jalan cerita yang sedang ditampilkan.

Jika ada yang dapat dibuktikan dari kehadiran Tendangan Dari Langit maka hal itu adalah film ini akan semakin membuktikan posisi Hanung Bramantyo sebagai sutradara terbaik di generasinya. Lewat jalan cerita yang ditulis oleh Fajar Nugros, Hanung sekali lagi menampilkan kepiawaiannya yang sangat memikat dalam bercerita. Tidak ada satu bagianpun dalam Tendangan Dari Langit yang akan mampu membuat penontonnya merasa jemu. Penonton justru akan menemukan diri mereka terpikat akan jalinan kisah yang berjalan sederhana dan telah familiar, namun kembali ditampilkan dengan presentasi filmis yang begitu mengesankan. Dengan perpaduan cerita yang apik, akting para jajaran pemeran film yang meyakinkan serta kumpulan gambar indah yang mengesankan, adalah sangat mudah untuk menjadikan Tendangan Dari Langit menjadi film Indonesia terbaik untuk tahun ini.

popcorn-half

Tendangan Dari Langit (SinemArt Pictures, 2011)

Tendangan Dari Langit (2011)

Directed by Hanung Bramantyo Produced by Leo Sutanto Written by Fajar Nugros Starring Yosie Kristanto, Maudy Ayunda, Giorgino Abraham, Jordi Onsu, Joshua Suherman, Natasha Chairani, Agus Kuncoro, Sujiwo Tejo, Yati Surachman, YM Tarzan, Toro Margens, Timo Scheunemann, Matias Ibo, Irfan Bachdim, Kim Kurniawan, Bima Sakti Music by Tya Subiakto Cinematography Faozan Rizal Editing by Cesa David Luckmansyah Studio SinemArt Pictures Running time 100 minutes Country Indonesia Language Indonesian

4 thoughts on “Review: Tendangan Dari Langit (2011)”

  1. Reviewnya bikin tertarik nonton, meski kemaren pas liat trailernya, formula from zero to hero-nya terlalu klasik, hihi. Mungkin entar bakal nikmatin akting para aktornya aja ah.

  2. Saya cukup menikmati filmnya semalem ketika main di layar kaca.
    Yang saya pingin komplen, kenapa muka Irfan Bachdim, yang nyaris tidak berbicara di sepanjang filmnya, yang dipajang besar-besar di posternya? Klo wajahnya Sudjiwo Tejo yang dipasang justru akan lebih menarik. Tahu, sih ini strategi pemasaran tapi film yang bagus mestinya enggak usah jual nama Irfan Bachdim untuk meningkatkan daya jual.

Leave a reply to aulia Cancel reply